KEDUDUKAN
GURU
A. PERSYARATAN
GURU
Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kelompok.
1.
Persyaratan administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: soal
kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur (sekuarang-kurangnya 18 tahun),
berkelakuan baik, mengajukan permohonan.
2. Persyaratan teknis
Dalam
persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah
pendidikan guru. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara atau
teknis mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi
dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3.
Persyaratan psikis
Yang
berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa
dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah dan
sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab,
berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian.
4.
Peryaratan fisik
Persyaratan
fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang
mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang
menular. Dalam persyaratan fisik juga menyangkut kerapian dfan kebersihan,
termasuk bagaimana cara berpakaian.
Sesuai
dengan tugas keprofisiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum
yang lebih luas, yakni guru harus:
a. Memiliki kemampuan profesional;
b. Memiliki kapasitas intelektual;
c. Memiliki sifat indukasi sosial.
Anak didik/siswa
disifati sebagai kelompok yang belum
dewasa dan guru atau pendidik dipandang sebagai unsur manusiawi yang sudah
dewasa. Masalahnyabbagaimana cara untuk memberikan kriteria seseorang itu
dikatakan sudah dewasa. Yang jelas kedewasaan seseorang itu tidak semata-mata
dilihat dari segi usia. Sebagai contoh; salah satu syarat untuk menjadi guru,
usianya 18 tahun. Betulkah demikian? Dalam hal ini harus diingat usia (18
tahun) ini belum tentu menjamin kemampuan dirinya sebagai guru, bila dikaitkan
dengan unsur kedewasaan atau kematangan dari segi lain. Memang ada mungkin
besar usia yang 18 tahun itu seseorang sudah bisa mengantongi ijazah pendidikan
guru (SPG) dan secara resmi sudah dapat mengajar di Sekolah Dasar. Tetapi kalau
dilihat dari pangkat-pangkat dan kemampuan lain mentak masih harus dilihat dari
jauh, bagaimana profesionalisme, dan kapasitas edukasi sosialnya. Untuk
mendekati permasalahan itu perlu dilihat dari beberapa aspek yaitu:
1. Aspek kematangan jasmani;
2. Aspek kematangan rohani;
3. Aspek kematangan kehidupan sosial.
1. Aspek kematangan jasmani.
Aspek kematangan jasmani dapat dilihat dari perkembangan biologis
dan usia. Pada umumnya dikatakan sudah dewasa jasmani, kalau seseorang itu
sudah akil balig. Akil balig dari bahasa Arab yang menurut Kamus Bahasa
Indonesia, berusia 15 tahun keatas. Jadi kalau guru dipersyaratkan usia 18
tahun, berati sudah memenuhi persyaratan kematangan jasmaniah.
2. Aspek kematangan rohani.
Kematangan atau kedewasaan dalam arti
rohani mungkin dapat bervariasi/berbeda-beda antara masyarakat/bangsa yang satu
dengan masyarakat/bangsa yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh sikap tingkah laku
dan budaya masyarakat yang bersangkutan.
Perlu ditambahkan bahwa yang merupakan
kematangan/kedewasaan rohani itu termasuk antara lain: sudah matang dalam
bertindak dan berfikir, sehingga sikap dan penampilannya menjadi semakin
mantap. Menghargai dan mematuhi norma serta nilai-nilai moral yang berlaku.
Seseorang yang dikatakan dewasa harus memiliki jiwa kepemimpinan dan dapat
dicotoh oleh orang lain terutama yang ingin menuju ke tingkat kedewasaannya.
Bersifat sabar, disiplin, sopan dan ramah. hal yang yang penting adalah dapat
mengendalikan emosionalnya.
3. Kematangan/kedewasaan kehidupan sosial
Aspek
kedewasaan sosial senantiasa berhubungan dengan kehidupan sosial, atau
kehidupan antarmanusia. Untuk dapat bergaul dengan sesama manusia dituntut
adanya kemampuan berinteraksi dan memenuhi beberapa persyaratan. Sebagai contoh
harus dapat saling menghargai, saling tenggang rasa, saling tolong-menolong,
dapat dan mau membela kepentingan bersama.
Perlu
ditambahkan bahwa kedewasaan seseorang juga ditandai dengan perkembangan rasa
tanggung jawab. Apabila sifat atau ciri-ciri tersebut sudah dimiliki dan
diterapkan secara baik tanpa merugikan orang lain, boleh dikatakan orang itu
sudah memiliki rasatanggung jawab. Jadi soal tanggung jawab ini akan dapt
dinilai, apabila dalam konteks hubungan hubungan hidup bersama dengan orang lain.
B.
GURU SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL
Seseorang pekerja profesional, khususnya guru dapat
dapt dibedakan dari seeorang teknisi, karena disamping menguasai sejumlah
teknik serta prosedur kerja tertentu, seseorang pekerja profisional juga
ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya.
Sehubungan dengan profesionalisme
seseorang, Wolmer dan Mills mengemukakan bahwa pekerjaan itu baru
dikatakansebagai suatu profesi, apabila memenuhi kreteria atau ukuran-ukuran
sebagai berikut:
1.
Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas,
maksudnya:
a.
Memiliki pengatahuan umum yang luas;
b.
Memiliki keahlian khusus yang mendalam;
2.
Merupakan karier yang dibina secara organisatoris, maksudnya;
a. Adanya keterikatan dalam suatu organisasi
profesional;
b. Memiliki otomatis jabatan;
c. Memiliki kode etik jabatan;
d. Merupakan karya bakti seumur hidup.
3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang
mempunyai status profesionai , maksud;
a.
Memperoleh dukungan masyarakat;
b.
Mendapat pengesahan dan perlindungan hukum;
c.
Memiliki persyaratan kerja yang sehat;
d. Memiliki jaminan hidup yang layak;
Selanjutnya Westby dan Gibson,
mengemukakan ciri-ciri keprofesian di bidang kependidikan sebagai berikut :
1.
Diakui oleh masyarakat dan layanan yang diberikan hanya dikerjakan
oleh pekerja yang dikatagorikan sebagai suatu profesi.
2.
Memiliki sekumpulan bidang
ilmu pengetahuan sebagai landasan dari sejumlah teknik dan prosedur yang
unik.
3.
Diperlukan persiapan yang sengaja dan sistematis, sebelum orang itu
dapat melaksakan pekerjaan profesional.
4.
Memiliki organisasi profesional untuk meningkatkan layanan kepada
masyarakat.
Bagi
guru yang merupakan tenaga profesional di bidang kependidikan dalam kaitannya
dengan accountability, bukan berarti tugasnya menjadi ringan, tetapi
justru lebih berat dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh
karena itu, guru dituntut memiliki kualifikasi kemampuan yang lebih memedai.
Secara garis besar ada tiga tingkatan kualifikasi profisional guru sebagai
tenaga profesional kependidikan. Yang pertama adalah tingkatan capability
personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengatahuan, kecakapan dan
keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola
proses belajar-mengajar secara efektif. Tinggkat kedua adalah guru
sebagai inovator, yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki
komitmen terhadap upaya perubahan dan informasi. Para guru diharapkan memiliki
pengetahuan, kecakapandan keterampilan serta sikap yang tepat terhadap
pembaharuan dan sekaligus merupakan penyebar ide pembaharuan yang efektif. Kemudian tingkat ketiga adalah guru
sebagai developer , guru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan
luas perspektifnya.
C.
GURU SEBAGAI PENDIDIK DAN PEMBIMBING
Dengan
“mendidikkan” dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung pada sebagai
pengatahuan yang dibarengi dengan contoh-contoh teladan dari sikap dan tingkah
laku gurunya, diharapkan anak/siswa dapat menghayati kemudian menjadikan
miliknya, sehingga dapat menumbuhkan sikap mental, jadi tugas seorang guru
bukan sekedar menumpahkan semua ilmu pengetahuan tetapi juga ‘mendidik’
seseorang menjadi warga negara yang baik,
menjadi seseorang yang berkepribadian baik dan utuh. Mendidik berarti
mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai nilai tersebut harus diwujudkan
dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, pribadi guru itu sendiri
merupakan perwujudan dan nilai-nilai yang akan ditransfer. Mendidik
adalahmengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya.
Mendidik adalah memenusiakan manusia. Dengan demikian, secara ensensial dalam
proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai “pengajar” yang transfer
of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of values. Ia
byukan saja pembawa ilmu pengatahuan, akan tetapi juga menjkadi contoh seseorangpribadi
manusia.
Selanjutnya
sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus
befungsi pula sebagai pembimbing. Pengertian pendidik dalam hal ini lebih luas
dari fungsi “membimbing”. “bimbingan” sebagai yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Guru
dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, minimal ada dua
fungsi, yakni fungsi moral dan fungsi kedinasan. Ada tiga alternatif yang perlu
diperhatikan oleh para guru dalam menjalankan tugas pengabdiannya, yakni:
1.
Merasa terpanggil;
2.
Mencintai dan menyayangi
anak didik;
3.
Mempunyai rasa tanggung
jawab secara penuh dan sadar mengenai tugasnya.
Ketiga
hal itu saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain. Karena orang merasa terpanggil hati nuraninya untuk mendidik, maka ia
harus mencintai anak didik dan menyadari sepenuhnya apa yang sedang dan akan
dikerjakannya. Begitu juga karena ia itu mencintai anak didik dan ada panggilan
hati nurani, karena merasa bertanggung jawab secara penuh atas keberhasilan
pendidikan anak asuhannya. Konsep inilah yang harus dipegang teguh oleh guru
dalam upaya mendidik dan membimbing para siswanya.
Sehubungan dengan beberapa fungsi yang
dimiliki guru, maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan
serta pengetahuan dasar bagi guru.
1. Guru
harus memehami dan menempatkan kedewasaanya sebagai pendididik harus mampu menjadikan dirinyasebagai
teladan.
2. Guru harus mengenal siswanya.
3.
Guru harus memiliki
kecakapan memberi bimbingan.
4.
Guru harus memiliki dasar
pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya
sesuai dengan tahap-tahap pembangunan.
5.
Guru harus memiliki
pengatahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarnya.
D. BEBERAPA PERANAN GURU
Mengenai
apa peranan guru ada beberapa pendapat yang dijelaskan sebagai berikut:
1.
Prey Katz menggambarkan peranan guru sebagai komunikator, sahabat
yang dapat memberiakan nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan
dorongan, pembimbing dala menggembangkan sikap dan tinggkah laku serta
nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang diajarkan.
2.
Havighurst menjelaskan bahwa peranan guru disekolah sebagai pegawai
(employee) dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate)
terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai
pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua.
3.
Jasmes W. Brown, mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara
lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencana dan mempersiapkan
pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiaatan siswa.
4.
Federasi dan Organisasi Profesional Guru Sedunia, mengungkapkan
bahwa peranan guru di sekolah, tidak hanya sebagai transmiter dari ide tetapi
juga berperan sebagai transfomer dan katalisator dari nilai dan sikap.
Dari
beberapa pendapat diatas maka secara rinci peren guru dalam kegiatan
belajar-mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Infomator
Sebagai
pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber
informasi kegiatan akademik maupun umum. Dalam pada itu berlaku teori
komunikasi berikut:
§ Teori stimulus-respons.
§ Teori dissonance-reduction.
§ Teori pendekatan fungsional.
b.
Organisator
Guru
sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop,
jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan
kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga
dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.
c.
Motivator
Peranan
guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan
dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan
memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi
siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga
akan terjadi dinamika di dalam proses belajar mengajar.
d.
Pengarah/direktor
Jiwa
dan kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini
harus dapat membimbing dfan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan yang dicita-citakan. Guru harus juga “handayani”.
e.
Inisiator
Guru
dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah barang tentu
ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya.
f. Transmitter
Dalam
kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan
pendidikan dan pengetahuan.
g.
Fasilitator
Berperan
sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h.
Mediator
Guru sebagai mediator dapat diartikan
sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. evaluator
Ada
kecenderungan bahwa peran sebagai
evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestrasi anak didik dalam
bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan
bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
E. HUBUNGAN GURU
DAN SISWA
Hubungan guru dengan siswa/anak didik di
dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bangaimanapun
baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang
digunakan, namun jika hubungan guru-siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis,
maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.
Dalam
hubungan ini, salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui contact-hours
di dalam hubungan guru-siswa, pada hakikatnya merupakan kegiatan diluar jam-jam presentasi dimuka kelas
seperti biasanya. Untuk tingkat perguruan tinggi peranan contact-hours
ini sangat penting sekali.
Disamping
itu perlu juga diingat hambatan-hambatan
tertentu. Misalnya kadang-kadang masih ada sikap otoriter dari guru (terutama
warisan di zaman feodal), sikap tertutup dari guru, siswa yang pasif, jumlah
siswa yang terlalu besar, sistem
pendidikan, keadaan dan latar belakang guru sendiri maupun para siswanya. Untuk
mengatasi itu semua perlu dikembangkan sikap demokratis dan terbuka dari para
guru perlu ada keaktifan dari pihak siswa dan guru harus bersikap ramah
sebaliknya siswa juga harus bersifat sopan, saling hormat menghormati, guru
lebih bersifat manusiawi, rasio guru dan siswa yang lebih proposional, Masing-masing pihak bila perlu mengetahui
latar belakang baik guru maupun siswa.
Apabila
hal-hal tersebut dapat dipenuhi, maka akan terciptalah suatu komunikasi yang
selaras antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Memang untuk itu
ada beberapa persyaratan yang seyogyanya perlu diperhatikan.
Persyaratan-peryaratan itu antara lain:
1. Perlu dedikasi yang penuh di kalangan guru
yang disertai dengan kesadaran akan fungsinya sebagai pamong bagi anak
didiknya/siswanya;
2. Menciptakan
hubungan yang baik antara sesama staf pengajar dan pimpinan, sehingga mencerminkan
pula hubungan baik antara guru dan siswa;
3. Sistem pendidikan dan kurikulum yang mantap;
4. Ada fasilitas ruangan yang memadai bagi para
guru untuk mencukupi kebutuhan tempat bertemu antara guru dan siswa;
5. Rasio
guru dan siswa yang rasional, sehingga guru dapat melakukan didikan dan
hubungan secara baik;
6. Perlu adanya kesejahteraan guru yang memadai
sehingga guru tidak terpaksa harus mencari hasil sampingan.
F. KODE ETIK GURU
1. Mengapa perlu kode etik Guru?
Guru
sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman atau kode etik guru agar
terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman baginya
untuk tetap profesional (sesuai dengan tuntutan dan persyaratan profesi).
Setiap guru yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu
berpegang pada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri
yang harus ada pada profesi itu sendiri.
Kode
etik yang mendominasi setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan.
Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus
bertambah baik. Ia akan terus menerus memperhatikan dan mengembangkan profesi
keguruannya. Kalau kode etik yang merupakan pedoman atau peganganitu tidak
dihiraukan berarti akan kehilangan pola umum sebagai guru.
2. Apa itu kode etik?
Secara
harafiah “kode etik” berarti bersumber dari etik. Etik artinya tata susila
(etika) atau hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu
pekerjaan. Jadi “kode atik guru” diartikan: aturan tata-susila keguruan.
Maksudnya aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan
guru) dilihat dari segi susila. Maksud kata susila adalah hal yang berkaitan
dengan baik atau tidak baik menurut ketentuan-ketentuanumum yang berlaku. Dalam
hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan santun dan keadaban.
Menurut
Westby Gibson kode etik (guru) dikatakan sebagai suatu statement formal
yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengukur tingkah laku guru.
Adapun rumusan
kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya itu sesuai dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri
dari sembilan item berikut ini:
a. Guru berbakti membimbing anak didik
seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila
Maksud
dari rumusan ini, sesuai dengan roeping-nya, guru harus
mengabdikandirinya dengan ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik
seutuhnya, baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi
insan pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai
aktifitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila dalam pancasila.
b. Guru memiliki kejujuran profesional dalam
menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
Berkaitan
dengan item ini, maka guru harus mampu mendesain program pengajaran sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang lebih penting lagi
bagi guru harus menerapkan kurikulum secara benar, sesuai dengan kebutuhan
masing-masing anak didik.
c. Guru mengadakan komunikasi, terutama
dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari
segala bentuk penyalahgunaan.
Untuk
ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1.
Segala bentuk kelakuan dan ketakutan harus dihilangkan dari
perasaan anak didik, tetapi sebaliknya harus dirangsang sedemikian rupa
sehingga bersifat terbuka, berani mengemukakan pendapat dan segala masalah yang
dihadapinya.
2.
Semua tindakan guru terhadapanak didik harus selalu mengandung
unsur kasih sayang, ibarat orang tua dengan anaknya. Guru harus bersifat sabar,
ramah, terbuka.
3.
Diusahakan guru dan anak didik dalam suatu kebersamaan orientasi
agar tidak menimbulkan suasana konflik.
d. Guru menciptakan suasana kehidupan
sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya baik bagi
kepentingan anak didik.
Untuk menciptakan
suasana kehidupan sekolah sebagaimana dimaksud di atas, akan menyangkut dua
hal.
Pertama, yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar dikelas secara
langsung. Untuk meliputi hal-hal berikut:
1.
Pengaturan tata-ruang kelas yang lebih kondusif untuk kepentingan
pengajaran.
2.
Menciptakan iklim atau suasana belajar-mengajar yang lebih serasi
dan menyenangkan, misalnya pembinaan situasi keakraban di dalam kelas. Untuk
menciptakan iklim yang lebih serasi ini
antara lain dengan:
a.
Adanya ketertarikan antara
guru dengan anak didik, anak didik dengan anak didik;
b.
Menetapkan standar tingkah-laku;
c.
Diadakan diskusi-diskusi kelompok;
d.
Memberi penghargaan dan pemeliharaan semangat kerja.
Kedua, menciptakan kehidupan sekolah dalam
arti luas, yakni meliputi sekolah secara keseluruhan. Dalam hubungan ini
dituntut adanya hubungan baik dan interaksi antara guru dengan pegawai , guru
dengan anak didik, guru dengan pegawai, pegawai dengan anak didik. Dengan
demikian, memang adanya dituntut adanya keterlibatan semua pihak didalam
lembaga kependidikan, sehingga dapat menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan
masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk
kepentingan pendidikan.
Sesuai
dengan tri pusat pendidikan, masyarakat ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan
pendidikan. Oleh karena itu, guru juga harus membina hubungan baik dengan
masyarakat, agar dapat menjalankan tugasnya tugasnya sebagai pelaksana proses
belajar mengajar.
f. Guru secara sendiri dan/atau bersama-sama
berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
Adapun cara-cara meningkatkan mutu
profesi guru dapat dilakukan sebagai berikut:
1.
Secara sendiri-sendiri, yaitu dengan jalan:
a.
Menekuni dan mempelajari secara kontinu pengetahuan-pengetahuan
yang berhubungan teknik atau proses belajar-mengajar secara umum;
b.
Mendalami spesialisasi bidang studi yang diajarkan;
c.
Melakukan kegiatan-kegiatan mandiri yang relevan dengan tugas
keprofesiannya;
d.
Mangembangkan materi dan metodologi yang sesuai dengan kebutuhan
pengajaran;
e.
Melakukan supervisi dialog dan konsultasi dengan guru-guru yang sudah
lebih senior.
2.
Secara bersama-sama, dapat dilakukan misalnya dengan:
a.
Mengikuti berbagai bentuk penataran dan lokakarya.
b.
Mengikuti program pembinaan keprofesian secara khusus.
c.
Mengadakan kegiatan diskusi dan saling tukar pikiran dengan teman
sejawat terutama yang berkait dengan peningkatan mutu profesi.
g. Guru
menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
Kerja
sama dan pembinaan hubungan antarguru di lingkungan tempat kerja, merupakan
upaya yang sangat penting. Sebab dengan pembinaan kerja sama antarguru di suatu
lingkungan kerja akan dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja, bahkan
juga sebagai langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara kelompok.
h. Guru secara bersama-sama memelihara, membina
dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
Salah
satu ciri profesi adalah dimiliki organisasi profesional. Begitu juga guru sebagai
tenaga profesional kependidikan, juga memiliki organisasi profesional.
i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru
adalah bagian warga negara dan warga masyarakat yang merupakan aparat Departement
Pendidikan dan kebudayaan (Depdikbud), atau aparat pemerintah di bidang
pendidikan. Pemerintah c.q. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai
pengelola bidang pendidikan sudah pasti memiliki ketentuan-ketentuan yang
merupakan policy, agar pelaksanaanya dapat terarah.
Tetapi
harus diingat bahwa kebijaksanaan atau ketentuan-ketentuan pemerintah itu
biasanya bersifat umum. Oleh karena itu guru sebagai unsur pelaksana yang
paling operasional harus memahami secara cermat dan kritis serta mengembangkannya
secara rasional dan kreatif yang akhirnya dapat mendukung policy pihak
Departement Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Untuk mengarahkan kepada
maksud-maksud sebagaimana disebutkan di atas, maka perlu dilakukan hal-hal
antara lain sebagai berikut:
1) Guru harus memahami betul-betul maksud
dan arah kebijaksanaan pendidikan nasional, agar dapat mengambil
langkah-langkah secara tepat.
2) Guru harus terus-menerus meningkatkan
profesi dan kesadaran guru untuk memenuhi hakikat keprofesiannya.
3) Dilakukan penilaian, pengawasan dan
sanksi yang objektif dan rasional.
4) Pemimpin lembaga-lambaga pendidikan harus
bersifat terbuka, dalam upaya menerjemahkan setiap ketentuan dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
5) Guru yang semata-mata sebagai kiat
dan pelaksana pemerintah di bidang kurikulum dan proses belajar mengajar, perlu
netral, tidak memihak pada golongan politik apa pun.
6) Dalam menetapkan kebijaksanaan Pemerintah
(Departemen Pendidikan dan kebudayaan), yang berkenaan dengan pembaruan di bidang
pendidikan, perlu dilupayakan kerja sama antara pemerintah dengan organisasi
profesional guru (PGRI) dan juga dengan ISPI.
Dengan
memehami sembilan butir kode etik guru
seperti diuraikan di atas. Diharapkan guru mampu berperan secara aktif dalam
upaya memberikan motivasi kepada subjek belajar yang dihadapi oleh anak
didik/subjek belajar berarti akan dapat dipecahkan atas bimbingan guru dan
kemampuan serta kegairahan mereka sendiri. Dengan demikian, kegiatan
belajar-mengajar akan berjalan dengan baik, sehingga hasilnya optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Sardiman A.M.interaksi dan motivasi belajar mengajar,JAKARTA:
PT RajaGrafido
Persada,2008.